Ramadhan sebentar lagi hadir di tengah-tengah kita, bekal apa kiranya yang mampu membuat setiap Muslim berhasil dalam menjalani Ramadhan. Tulisan ini akan menjelaskan lima bekal yang harus dipersiapkan sebelum memasuki bulan Ramadhan agar meraih kesuksesan di dalamnya.
Sebelum mengurai 5 bekal menyambut Ramadhan, terlebih dahulu dijelaskan bahwa ide ini terinspirasi dari Sirah Nabawiah mengenai empat syari`at yang diwajibkan kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dan sahabatnya pada tahun kedua hijriah yang bertepatan dengan bulan Sya`ban.
Pada tanggal 2 Sya`ban, Rasulullah mendapatkan empat syari`at dari Allah. Pertama, pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka`bah, Makkah. Kedua, kewajiban puasa Ramadhan. Ketiga, kewajiban zakat. Keempat, kewajiban jihad dalam arti perang secara fisik(Muhammad al-Khudhari, Nûr al-Yaqîn fî Sîrati Sayyidi al-Mursalîn, 96).
Dari keempat hal tersebut, paling tidak ada 5 bekal yang harus dipersiapkan oleh setiap Muslim sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Pertama, bekal iman dan ikhlas
Peristiwa perubahan arah kiblat di bulan Sya`ban ini sebenarnya ujian berat bagi keimanan dan keikhlasan kaum Muslimin kala itu. Pasalnya, tanpa keduanya dalam menjalankan syari`at Allah, maka mereka tidak akan kuat menghadapi gunjingan Yahudi yang menganggap Nabi Muhammad tak punya pendirian akibat perubahan kiblat ini. Pada akhirnya mereka lulus menghadapi ujian keimanan dan keikhlasan ini, dan tentunya berdampak positif bagi Ramadhan yang akan mereka lalui.
Bagaimana pun juga Ramadhan memang membutuhkan keimanan dan keikhlasan ekstra. Orang yang menjalankan ibadah Ramadhan hanya karena pamrih kepada manusia, maka tidak mendapatkan apa-apa selain apa yang dipamrihinya. Karena itu, tidak mengherankan jika Rasulullah ketika Ramadhan sangat mewanti-wanti pentingnya keimanan dan keikhlasan. Sebagai contoh misalnya dalam ibadah qiyamul lail di bulan Ramadhan beliau mengingatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
Bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu `alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan qiyamul lail pada bulan Ramdhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap (ikhlas) padaNya, maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni.”(HR. Bukhari, Muslim).
Kedua, bekal loyalitas
Di sisi lain, sejatinya, perintah perubahan kiblat pada bulan Sya`ban itu mengajarkan pelajaran berharga pada sahabat akan pentingnya loyalitas kepada Allah. Ketika Allah sudah memerintahkan sesuatu, maka tidak ada reserve di dalamnya. Persis seperti gambaran firman Allah:
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”(QS. Al-Ahzab[33]: 36).
Orang yang memasuki Ramadhan tanpa bekal loyalitas yang tinggi, maka akan sangat berat dalam menjalaninya.
Ketiga, bekal spiritual
Sebulan sebelum kedatangan syari`at di bulan Ramadhan, para sahabat sudah diberi tahu terlebih dahulu kewajiban puasa Ramadhan. Pemberitahuan ini tentunya akan memberi waktu bagi mereka untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, terutama dalam hal spiritualitas.
Puasa pada prinsipnya adalah mengandung subtansi pengendalian diri, dan ini erat kaitannya dengan spiritualitas seseorang. Orang yang memiliki spiritualitas bagus sebelum menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, maka ketika memasukinya akan dengan mudah melaksanakan ibadah di dalamnya.
Nabi Muhammad sendiri dalam salah satu riwayat dikatakan, pada bulan Sya`ban beliau sangat rajin berpuasa. Aisyah bercerita:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim).
Dengan membiasakan diri berpuasa di bulan Sya`ban, spiritual belia terjaga dengan baik, sehingga ketika Ramadhan datang, tidak akan mengalami kesulitan.
Keempat, bekal finansial
Bekal finansial ini terinspirasi dari peristiwa kewajiban zakat yang disampaikan Allah pertama kali di bulan Sya`ban. Kita tentu sudah maklum, zakat membutuhkan finansial. Lebih dari itu, amalan-amalan lain di bulan Ramadhan seperti sedekah, sahur, buka, dan memberi buka puasa kepada orang-orang berpuasa tentu membutuhkan persiapan finansial yang memadai. Bekal finansial yang cukup tentu saja akan menunjang kesuksesan amal di bulan Ramadhan.
Rasulullah sendiri adalah orang yang sangat dermawan. Kedermawanan kebanyakan membutuhkan finansial. Maka tidak mengherankan jika, kedermawanan beliau sangat bertambah ketika di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas menceritakan:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, Muslim).
Kelima, bekal fisik optimal
Di bulan Sya`ban tahun 2 Hijriah itu, jihad dalam pengertian perang sudah diwajibkan. Jihad perang tentu saja membutuhkan kekuatan fisik yang optimal. Setelah ada kewajiban jihad ini, pada tanggal 17 Ramadhan mereka mendapat kemenangan di perang Badar Kubra dengan sangat gemilang. Bisa dibayangkan –tentunya setelah bantuan Allah- bagaimana persiapan fisik mereka sebelum Ramadhan, sehingga dalam Ramadhan pun mereka tetap kuat melakukan jihad.
Mungkin sekarang kita bukan dalam kondisi perang, namun persiapan fisik juga tak bisa diabaikan sebelum Ramadhan tiba. Masalahnya, amalan di bulan Ramadhan seperti puasa, qiyamul lail dan lain sebagainya, membutuhkan semangat jihad dan fisik prima. Jika tidak, mana mungkin bisa menunaikannya secara maksimal, padahal Ramadhan hanya datang satu tahun sekali.
Sebagai kesimpulan akhir, dari peristiwa Sirah Nabawiah pada 2 Sya`ban, tahun 2 Hijriah, ada 5 bekal yang harus disiapkan bagi orang yang ingin sukses menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Pertama, iman dan ikhlas. Kedua, loyalitas. Ketiga, spiritual. Keempat, finansial. Kelima, fisik yang optimal. Semoga kesuksesan bisa kita raih, di bulan suci. Wallahu a`lam. (mz)
Sebelum mengurai 5 bekal menyambut Ramadhan, terlebih dahulu dijelaskan bahwa ide ini terinspirasi dari Sirah Nabawiah mengenai empat syari`at yang diwajibkan kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dan sahabatnya pada tahun kedua hijriah yang bertepatan dengan bulan Sya`ban.
Pada tanggal 2 Sya`ban, Rasulullah mendapatkan empat syari`at dari Allah. Pertama, pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka`bah, Makkah. Kedua, kewajiban puasa Ramadhan. Ketiga, kewajiban zakat. Keempat, kewajiban jihad dalam arti perang secara fisik(Muhammad al-Khudhari, Nûr al-Yaqîn fî Sîrati Sayyidi al-Mursalîn, 96).
Dari keempat hal tersebut, paling tidak ada 5 bekal yang harus dipersiapkan oleh setiap Muslim sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Pertama, bekal iman dan ikhlas
Peristiwa perubahan arah kiblat di bulan Sya`ban ini sebenarnya ujian berat bagi keimanan dan keikhlasan kaum Muslimin kala itu. Pasalnya, tanpa keduanya dalam menjalankan syari`at Allah, maka mereka tidak akan kuat menghadapi gunjingan Yahudi yang menganggap Nabi Muhammad tak punya pendirian akibat perubahan kiblat ini. Pada akhirnya mereka lulus menghadapi ujian keimanan dan keikhlasan ini, dan tentunya berdampak positif bagi Ramadhan yang akan mereka lalui.
Bagaimana pun juga Ramadhan memang membutuhkan keimanan dan keikhlasan ekstra. Orang yang menjalankan ibadah Ramadhan hanya karena pamrih kepada manusia, maka tidak mendapatkan apa-apa selain apa yang dipamrihinya. Karena itu, tidak mengherankan jika Rasulullah ketika Ramadhan sangat mewanti-wanti pentingnya keimanan dan keikhlasan. Sebagai contoh misalnya dalam ibadah qiyamul lail di bulan Ramadhan beliau mengingatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
Bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu `alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan qiyamul lail pada bulan Ramdhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap (ikhlas) padaNya, maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni.”(HR. Bukhari, Muslim).
Kedua, bekal loyalitas
Di sisi lain, sejatinya, perintah perubahan kiblat pada bulan Sya`ban itu mengajarkan pelajaran berharga pada sahabat akan pentingnya loyalitas kepada Allah. Ketika Allah sudah memerintahkan sesuatu, maka tidak ada reserve di dalamnya. Persis seperti gambaran firman Allah:
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”(QS. Al-Ahzab[33]: 36).
Orang yang memasuki Ramadhan tanpa bekal loyalitas yang tinggi, maka akan sangat berat dalam menjalaninya.
Ketiga, bekal spiritual
Sebulan sebelum kedatangan syari`at di bulan Ramadhan, para sahabat sudah diberi tahu terlebih dahulu kewajiban puasa Ramadhan. Pemberitahuan ini tentunya akan memberi waktu bagi mereka untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, terutama dalam hal spiritualitas.
Puasa pada prinsipnya adalah mengandung subtansi pengendalian diri, dan ini erat kaitannya dengan spiritualitas seseorang. Orang yang memiliki spiritualitas bagus sebelum menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, maka ketika memasukinya akan dengan mudah melaksanakan ibadah di dalamnya.
Nabi Muhammad sendiri dalam salah satu riwayat dikatakan, pada bulan Sya`ban beliau sangat rajin berpuasa. Aisyah bercerita:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim).
Dengan membiasakan diri berpuasa di bulan Sya`ban, spiritual belia terjaga dengan baik, sehingga ketika Ramadhan datang, tidak akan mengalami kesulitan.
Keempat, bekal finansial
Bekal finansial ini terinspirasi dari peristiwa kewajiban zakat yang disampaikan Allah pertama kali di bulan Sya`ban. Kita tentu sudah maklum, zakat membutuhkan finansial. Lebih dari itu, amalan-amalan lain di bulan Ramadhan seperti sedekah, sahur, buka, dan memberi buka puasa kepada orang-orang berpuasa tentu membutuhkan persiapan finansial yang memadai. Bekal finansial yang cukup tentu saja akan menunjang kesuksesan amal di bulan Ramadhan.
Rasulullah sendiri adalah orang yang sangat dermawan. Kedermawanan kebanyakan membutuhkan finansial. Maka tidak mengherankan jika, kedermawanan beliau sangat bertambah ketika di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas menceritakan:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, Muslim).
Kelima, bekal fisik optimal
Di bulan Sya`ban tahun 2 Hijriah itu, jihad dalam pengertian perang sudah diwajibkan. Jihad perang tentu saja membutuhkan kekuatan fisik yang optimal. Setelah ada kewajiban jihad ini, pada tanggal 17 Ramadhan mereka mendapat kemenangan di perang Badar Kubra dengan sangat gemilang. Bisa dibayangkan –tentunya setelah bantuan Allah- bagaimana persiapan fisik mereka sebelum Ramadhan, sehingga dalam Ramadhan pun mereka tetap kuat melakukan jihad.
Mungkin sekarang kita bukan dalam kondisi perang, namun persiapan fisik juga tak bisa diabaikan sebelum Ramadhan tiba. Masalahnya, amalan di bulan Ramadhan seperti puasa, qiyamul lail dan lain sebagainya, membutuhkan semangat jihad dan fisik prima. Jika tidak, mana mungkin bisa menunaikannya secara maksimal, padahal Ramadhan hanya datang satu tahun sekali.
Sebagai kesimpulan akhir, dari peristiwa Sirah Nabawiah pada 2 Sya`ban, tahun 2 Hijriah, ada 5 bekal yang harus disiapkan bagi orang yang ingin sukses menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Pertama, iman dan ikhlas. Kedua, loyalitas. Ketiga, spiritual. Keempat, finansial. Kelima, fisik yang optimal. Semoga kesuksesan bisa kita raih, di bulan suci. Wallahu a`lam. (mz)
0 Response to "5 Bekal Sebelum Ramadhan"
Post a Comment